Selalu terlintas dipikiranku perkataan orang-orang yang menganggap kelurgaku adalah keluarga yang tak kan pernah merasakan indahnya hidup. Apa kebahagiaan hanya dinilai oleh seberapa banyak uang dan harta yang dimiliki ataukah hanya orang beruntung yang memiliki keturunan dan uang yang banyak yang berhak merasakan indahnya dunia. Namaku Aprilia Senjana dan keluarga maupun teman-temanku biasa memanggilku dengan sebutan Senja, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, aku mempunyai satu adik laki-laki dan kami hanya berbeda jarak dua tahun.
Pagi hari yang cerah aku bangun dengan begitu terkejut karena teriakan ibuku yang memanggilku dari dapur, karena rumah kami hanya gubuk kecil yang dibangun oleh ayahku membuat suara ibuku seperti berteriak didepan telingaku sambil berkata “Bangun Senja, kamu nanti terlambat sekolah”. Akupun bergegas pergi kekamar mandi dan lagi-lagi waktuku terbuang sia-sia karena harus menunggu adikku yang sedang dikamar mandi.
Setelah waktu yang panjang, akupun berangkat kesekolah dengan menggunakan angkutan umum yang selalu menjemputku dipagi hari. Saat turun dari angkot, Siska sudah menungguku didepan pintu gerbang.
“Akhirnya datang juga, udah 15 menit aku berdiri disini .Ucap Siska dengan wajah gembira.
“Ahhhaaaaa…. Makasih ya, yuk kekelas. Ucapku.
“Oh iya, gimana dengan masalah tuduhan itu Senja?
“Tanya Siska saat kami mendekati kelas.
“Aku udah biasa digituin jadi ya diam aja lah, nanti hilang sendiri kan?
“Tapi kan kamu gak salah, masak iya kamu dituduh sudah berbuat curang dalam seleksi kemarin untuk olimpiade fisika se-Provinsi”
Dan dengan tidak sengaja Siska menabrak Utari yang sedang berdiri didepan pintu. “Hati-hati dong kalau jalan, Eeehhhh ada wanita licik disini. Ehm…. gimana ni udah siap kalah pas lomba nanti? Kan gak bisa curang disana” Dengan suara keras Billaz. Siska pun kesal dan memegang tangan Billaz dan berkata “jangan bicara yang gak sesuai fakta deh, emang ada bukti kalau dia curang saat tes kemarin. Mungkin kamu aja yang gak mampu jawab soalnya sampai kalah dari Senja”
Billaz melepas genggaman Siska .”Dengar ya temannya si licik, dia itu udah pasti curang dan semua orang tau itu. Lagian mana ada sejarahnya anak Pemulung yang gak pernah beli buku dan gak mampu bayar uang les bisa menang. Belajar dari mana kalau bukan curang, Eeee kurang satu lagi dari sekolah ini berdiri sampai sekarang wanita selalu kalah dari laki-laki tapi beda ceritanya kalau dia curang”.
Semua orang menatap ku dengan kebencian dan rasa jijik setelah mendengar ucapan billaz tanpa tahu kejadian sebenarnya. Benar yang dikatakan Billaz bahwa aku tidak mampu untuk membeli buku maupun bayar guru les untuk mengajariku, tapi sebenarnya aku mempunyai banyak buku yang kudapatkan dari ayahku saat pulang mencari barang bekas yang kadang-kadang dia bawa pulang buku-buku pelajaran yang masih bisa dibaca. Saat ku ingin meluapkan emosiku, Bel bunyi pun seketika meredam marahku.
Waktu pun berlalu, pulang sekolah ini aku disuruh oleh guru pembimbing olimpiadeku untuk mendaftarkan diri sebab beliau sedang ada kegiatan sehingga tidak bisa menemaniku. Sesampainya aku ditempat pendaftaran banyak sekali aku melihat orang yang mengantri sampai namanya dipanggil oleh panitia pendaftaran dan ada benarnya yang dikatakan Billaz tadi pagi sebab semua peserta lomba yaitu laki-laki dan hanya aku seorang yang perempuan berdiri disini. Dengan perasaan yang sedikit takut aku melangkah maju menulis nama di daftar peserta olimpiade, semua laki-laki yang seusiaku menatapku dengan bingung dan senyum heran melihat wanita dengan beraninya datang ketempat ini.
“Permisi, apa kamu mau ikut lomba olimpiade fisika?” seorang laki-laki bertanya kepadaku
“Benar, aku dari SMA harapan bangsa ditunjuk sekolah untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba olimpiade fisika ini”.
Semua orang pun kemudian langsung melihatku dengan santai dan seperti menganggapku orang aneh yang harus dihiraukan. “Oh, SMA harapan bangsa toh. SMA yang belum ada sekali pun menang olimpiade tapi ikut terus kok masih berani aja tahun ini kembali ikut dan yang lebih anehnya lagi perwakilannya wanita pula”. Ucap seorang lainnya.
“Maaf sebelumnya, tapi mau wanita ataupun pria kita sama-sama makhluk tuhan yang diberikan akal dan pikiran yang sama tak ada yang berbeda satu pun sehingga kalian tidak berhak meremehkan seorang wanita sepertiku”.
“Aduh nona, Seorang laki-laki itu pemimpin dan pekerja sedangkan wanita kodratnya hanya ibu rumah tangga yang nyuci, nyapu, gosok serta masak. Sebenarnya tamat SD aja udah cukup kok kan yang penting bisa baca tulis”. Semua orang tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan laki-laki itu.
“Wanita mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dan seorang laki-laki yang menghina wanita sama saja menghina ibu yang telah mengandung dan membesakan kalian”.
“ Blaa… blaa. Blaaaa…. Terserah nona sajalah, nanti juga sadar sendiri”.
Namaku dipanggil oleh panitia dan akupun masuk keruangan dan meninggalkan sekumpulan laki-laki yang menghina dan menertawakanku. Didalam hati kecilku ada sepintas ketakutan akan apa yang dikatakan mereka tapi aku percaya akan perinsipku bahwa usaha akan menuntun kesuksesan tanpa membedakan seseorang.
Hari demi hari aku terus belajar dengan giat dengan dibantu buku-buku yang diberikan ayahku serta ilmu yang diberikan oleh guru pembimbingku, aku akan membuktikan bahwa wanita layak untuk berhasil. Tapi tidak hanya belajar, setiap sore aku pasti kepanti jompo didekat rumahku membantu ibuku merawat nenek dan kakek yang dirawat disana sebab ibuku bekerja dipanti jompo tersebut. Aku sangat senang menyiapkan makanan untuk mereka, membantu mereka membersikan kamar tidurnya, dan apapun yang mereka sulit lakukan aku dengan senang hati menolong mereka karena aku tau bahwa sebenarnya mereka terpaksa tinggal disini karena anak-anak mereka yang tidak mau mengurus mereka dan hanya sibuk bekerja mencari uang dan mengejar kekayaan sehingga lupa orang yang melahirkan mereka dan membesarkan mereka.
Akhirnya olimpiade pun tiba, lomba akan dimulai jam 19.00Wib malam selesai disiarkan secara langsung oleh stasiun TV dan sekarang masih pagi. Aku sedikit takut dan cemas tapi ibu, ayah dan adikku percaya bahwa tak perlu dari mana dan siapa, mutiara akan bersinar dengan semestinya.
“Ini ibu masakin kamu sayur bayam dan telur agar kamu kuat dan bisa menjawab semua pertanyaan nanti ya”. Ucap ibu sambil menyiapkan lauk dipiringku.
“Ingat nak, mimpi tidak mau tau kita itu siapa dan apa yang kita punya, tapi mimpi hanya menilai seseorang dari tekat dan kemauannya. Terserah orang mau menghina dan menganggap kita apa tapi kita berhak untuk bahagia”. Ucap ayahku.
Mendengar perkataan itu akupun bersemangat dan ketakutanku hilang. Setelah aku makan aku pergi dengan percaya dirinya. Didalam angkot saat sedang membaca buku ada dua orang wanita yang naik kedalam angkot setelah kulihat ternyata dia adalah Riri dan Cika anak kelas sebelah tetapi seangkatan denganku. Dengan ramah aku menegur mereka
“Haiii…”.
Mereka pun tersenyum dan menjawab
“Hai juga senja, aku dengar kamu ikut lomba olimpiade fisika kan hari ini” Ucap Riri.
“He hee heee Iya, nanti jam 19.00Wib malam ini lombanya diadakan” Jawabku dengan tawa kecil.
Lalu dengan semangat Cika berkata “Yang semangat ya senja, kamu pasti bisa buktikan kepada orang disekolah dan mewakili kami para wanita bahwa wanita juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki”.
“Makasih yah dukungannya, aku akan usaha sebisa ku untuk olimpiade fisika ini” Ucapku sambil tersenyum.
Saat mobil aku berhenti didepan sekolah aku keluar dan seketika aku melihat Billaz dan teman-temannya yang pintar berdiri didepan gerbang sekolah berbicara dengan Siska temanku. Dengan cepat aku menghapiri mereka dan benar dugaan ku mereka sedang menunggu kedatanganku untuk menjadi bahan olokan dan hinaan.
“Nah akhirnya wanita licik datang juga, Gimana? Udah siap kalah kan kamu”.Ucap billaz dengan senyum liciknya.
“Kamu tenang aja aku akan berusaha dengan usahaku sendiri tanpa kecurangan seperti yang kamu bilang dan satu lagi, aku akan buktikan ke kamu bahwa wanita dapat setara dengan laki-laki” jawabku.
“Aduh wanita ini buat aku sedikit kesal ya, otakmu yang diturunkan oleh orang tua mu hanya mampu untuk baca dan tulis. Pasti didalam tas kamu udah ada contekan untuk nanti malam kan”.
Dengan kesal Billaz mengambil tasku dan aku tidak bisa mengambilnya sebab tangan ku dipegang oleh teman-temannya billaz. Seenaknya billaz membuang dan menginjak semua isi didalam tasku. Aku terdiam melihat buku-buku yang hancur diinjak oleh Billaz.
“Apa-apaan ini billaz? Buku adalah gudang ilmu dan tidak semestinya ilmu diinjak seperti ini”.
“Itu hanya sampah nona, udah ah yuk kekelas” Billaz dan teman-temannya pun pergi.
“Kamu gak papa senja? Aduh gimana buku-buku kamu, oh iya nanti aku penjamin buku aku ya dan jangan menyerah senja kamu pasti bisa”.Ucap siska sambil membereskan buku.
Benar apa yang dikatakan Siksa kalau aku tidak boleh menyerah dan lagi pula bukunya hanya sedikit rusak dan kotor tapi ilmu didalamnya masih bisa dibaca. Akupun membereskan isi dalam tas ku dan masuk kekelas. Saat pelajaran bahasa indonesia telah selesai, lanjutlah pelajaran fisika yang tidak lain dan tidak bukan gurunya ibu Ida dan beliau jugalah guru pembimbingku. Saat ibu Ida masuk dan menaruh bukunya dimeja dia tidak langsung duduk tetapi dia menghampiriku dan mendekat, bu ida berkata padaku dengan suara lembutnya “Jangan buat usaha mu takut menyentuh kemenangan tapi buatlah usahamu menggenggam kemenangan itu”. Lalu kembali kekursinya dan memulai pelajaran.
Pulang sekolah tiba dan akupun pulang. Setelah turun dari angkot, aku melihat ayahku sedang meminta maaf keseseorang bapak-bapak memakai Jas hitam yang berdiri didepan mobil mahal. Aku pun penasaran dan menghampirinya.
“Hei pak tua, kau tau berapa harga mobil ku ini, untuk uang makan mu dalam setahun aja tidak akan bisa membayar kerusakan yang telah gerobak sampahmu perbuat”.Ucap lelaki ber Jas hitam.
Aku mendekat dan berkata “Maafkanlah ayah saya atas kecerobohannya pak”.
“Hei… kamu anak dari pemulung ini ya? Masih bisa kamu sekolah hah? Begaya sekali menyekolahkan anak perempuanmu ini sampai SMA pak tua, harusnya kau nikahkan saja dia dengan kakek-kakek kaya agar setidaknya bebanmu sedikit berkurang”. Kemudian bapak ber Jas itu masuk kemobil dan meninggalkan kami.
“Ayah tidak kenapa-napa kan?”. Tanyaku.
“Tenang aja, gak papa kok lagian udah biasa ayah dibegituin hanya karena ayah membawa gerobak usang ini walaupun mobil bagus itu yang menyenggol ayah tetap ayah yang disalahkan. Udah kita pulang aja yuk pasti ibu mu sudah masak makanan yang enak”. Ucap ayah sambil mendorong gerobaknya.
Seperti biasa, sore hariku dipanti jompo membantu ibuku yang sedang membereskan tempat tidur kakek dan nenek disina. Setelah semua beres bukannya mengambil buku namun aku hanya terdiam melihat matahari yang perlahan turun, aku sedang memikirkan kenyataan dan seketika melupakan tujuan, yaitu impian dan cita-cita yang selalu terbayang diotakku. Apa benar bahwa kenyataan itu adalah realita kehidupan yang harus dijalani? Pertanyaan itu berputar dikepalaku.
Kemudian matahari pun tenggelam dan menghilang, aku merasakan bahwa namaku mewakili kenyataan bahwa secerah apapun matahari bersinar dia akan sadar bahwa cahayanya tidak akan dihiraukan dan hilangnya pun tidak diperdulikan. Aku mulai berfikir untuk selangkah mundur dari impianku yang persentasenya hanya 50 persen. Keinginanku terlalu tinggi hingga aku lupa akan betapa sakitnya jatuh jika mimpi indahku hanya angan semata, apa aku harus berhenti sekarang daripada malu dihadapan semua orang apalagi nanti disiarkan live di Stasiun TV.
Saat ketakutan menyelimutiku dan menenggelamkan mimpi dan keinginanku nenek Sumi tiba-tiba memegang pundakku dan berkata
“Yahhh… mataharinya sudah tenggelam ya, gak sempat deh lihat indahnya senja sore ini”.
“Apa yang indah dari senja nek? Dia hanya cahaya orange yang bersinar dilangit nek Sumi”. Ucapku dengan sedikit kesal.
“Kamu salah senja, kau tau betapa indahnya cahaya itu? hanya matahari yang dapat menciptakan warna seindah ini. Matahari itu sangat berjasa bagi kehidupan dan bumi tidak akan ada kehidupan jika matahari hilang dibumi ini, dia akan terbit dengan cahaya yang sangat cantik dan terbenam dengan sangat indah demi kebahagiaan kita sama sepertimu. Namamu mewakili kamu yaitu wanita yang memiliki budi pekerti yang luhur serta kecerdasanmu akan membuat keluargamu tidak akan diremehkan lagi dan kebahagiaan muncul akibatmu senja” Ucap nenek Sumi dengan senyumannya.
Seperti ada tamparan keras yang menyadarkanku dan membangunkanku dari mimpi buruk, aku sadar bahwa itu hanya pikiran jahat yang ada diotakku. Jika aku berusaha maka satu persen pun kesempatan itu dapat menolongku tapi jika aku menyerah makan 99 persen kesempatan maka aku akan kalah. Tanpa basa-basi aku pergi ketempat olimpiade diantar ayahku dengan motor tetangga, ibu dan adikku beserta orang panti menantikan pertandinganku di TV rumah panti.
Sesampainya ditempat lomba, ibu Ida sudah menungguku didepan pintu dan tanpa basa-basi dia membawaku ketempat lomba karena lima menit lagi lomba olimpiade fisika akan dimulai. Saat aku duduk dikursi lomba, banyak sekali penonton yang sedang bersiap menyaksikan pertandingan ini beserta kamera-kamera yang telah mengarah kepadaku disetiap sudut tapi tidak hanya itu yang sedang kulihat, masih terdapat tujuh peserta lainnya yang sedang menatapku di kursi mereka masing-masing sebab kami duduk melingkar yang menyebabkan kami bisa melihat satu sama lain. Saat soal-soal muncul dilayar monitor besar aku langsung membaca dan mengerjakan soalnya dengan teliti dan cepat sebab soalnya 10 diberi waktu 15 menit. Mata dan tanganku seperti mesin yang dikendalikan dengan otakku dengan cepat. Aku seperti sudah mempelajari semua soal karena soalnya begitu mirip dengan buku yang telah diberikan ayahku dan tiba waktunya pun telah habis.
Peserta menunggu hasil akhir dari lomba ini dan tiba waktu pengumuman. Seorang pembawa acara membacakan hasilnya.
“Baiklah hasil yang sangat memuaskan sebab terdapat dua orang yang mendapatkan nilai sempurna dalam lomba ini dan orang itu adalah Bayu Ardian dan Aprilia Senjana” semua orang bertepuk tangan untuk aku dan laki-laki bernama Bayu itu.
“Baiklah karena ini tidak pernah terjadi dan kami tidak menyiapkan soal cadangan jadi juri besar sekaligus pendiri acara ini akan memberikan satu soal” tambahnya pembawa acara.
“Baiklah, saya Cahyono akan memberikan pertanyaan untuk kalian berdua. Apa yang kalian banggakan dari diri kalian sebagai seorang wanita maupun pria? Ucap pak Cahyono.
Bayu dengan cepat mengangkat tangannya terlebih dahulu “Malam pak, saya akan menjawab terlebih dahulu, menurut saya Pria adalah seorang pemimpin dan laki-laki terlahir lebih sempurna daripada wanita, itulah alasan saya bangga menjadi seorang pria”. Kemudian giliranku menjawab ”Banyak yang berkata bahwa setinggi apapun wanita menuntut ilmu atau apapun itu akhir dari hidup wanita hanyalah dirumah menjadi ibu rumah tangga pak, tapi saya mewakili semua wanita yang tidak memiliki keberanian mengatakan akan berkata menentang kalimat itu sebab kita di tanah air indonesia sesuai dengan butir pancasila yaitu pada sila ke lima yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia artinya memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Kami memang wanita tapi kami adalah wanita cerdas, wanita indonesia adalah wanita cerdas berbudi pekerti yang luhur berhak bahagia dan sukses tanpa deskriminasi dari siapapun. Dan saya bangga jadi wanita indonesia pak Cahyono.
Tanpa disangka semua orang bertepuk tangan setelah mendengar perkataan itu dan aku pun dinyatakan secara sah menang olimpiade fisika dan mendapatkan hadiah uang yang sangat banyak dapat membantu kehidupan orang tuaku, membantu keuangan panti jompo dan dapat membantu sekolah memperbaiki ruang UKS yang rusak. Dengan impianku, aku dapat merubah kehidupanku menjadi lebih baik lagi dan tidak ada yang menghina wanita lagi.
Penulis Fahira Widiasari Mahasiswi Semester II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Universitas Batanghari
Discussion about this post