Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) merupakan jawaban dari beberapa persoalan terkait ketenagakerjaan di Indonesia. Pelaksanaan perlindungan tenaga kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja mencakup hak-hak tenaga kerja yang harus dipenuhi yaitu berhak mendapatkan perlindungan kerja yang cukup, keselamatan kerja, kesehatan kerja, norma kerja dan gantirugi perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja. Pentingnya kedudukan tenaga kerja terhadap suatu perusahaan, akan tangggung jawab terhadap tenaga kerja atau pekerjanya, apabila terjadinya suatu kecelakaan kerja bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu, perjanjian antara pekerja dan pengusaha harus jelas seperti apa hak dan kewajiban yang diberikan. Perjanjian sebagai suatu figur hukum mengandung kepastian hukum.
Perjanjian sebagai suatu figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. Dalam hal ini tentunya hak dan kewajiban karyawan harus dimasukkan dalam suatu perikatan sebagai salah satu syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Salah satu hak yang wajib di berikan kepada karyawan salah satunya adalah jaminan sosial. Maka dari itu pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan setiap karyawannya sebagai anggota peserta jaminan sosial dalam rangka pemenuhan haknya sebagai tenaga kerja.
Undang-Undang yang saat ini mengatur mengenai jaminan sosial terdapat di dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Program BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaiamana dimaksud dalam Undang-Undang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat Indonesia memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dengan demikian prinsip-prinsip perlindungan terhadap hak-hak pekerja tentunya dapat dipenuhi.
Namun dalam prakteknya masih ada perusahaan yang mempekerjakan karyawannya yang belum mendapatkan hak kesehatan dan keselamatan kerja, singkatnya adalah masih terdapat tenaga kerja yang belum di daftarkan sebagai peserta BPJS oleh perusahaan tempatnya bekerja. Tidak sedikit saat ini tenaga kerja yang tidak di daftarkan oleh perusahaan sebagai peserta BPJS dengan berbagai alasan tertentu. Padahal memenuhi hak karyawan akan perlindungan Kesehatan merupakan kewajiban perusahaan. Jika tidak perusahaan akan dikenakan sanksi administrative sesuai dengan Undnag-Undang BPJS.
Jaminan sosial berupa kepesertaan BPJS merupakan tanggung jawab setiap perusahaan. Hal tersebut diatur dalam UU BPJS Pasal 15 ayat 1 tentang kepesertaan karyawan dalam BPJS.
Inti aturan itu menyebutkan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Salah satu bentuk sanksi apabila perusahaan tidak mendaftarkan dirinya dan karyawan sebagai peserta BPJS adalah berupa teguran tertulis oleh pihak BPJS. Jika tidak di indahkan, pihak perusahaan terancam dedenda hingga tidak mendapatkan pelayanan public tertentu oleh pemerintah daerah.
Pada dasarnya jaminan sosial kesehatan dan keselamatan kerja bertujuan sebagai motivasi bagi perusahaan dan tenaga kerja akan pentingnya perlindungan diri dalam bekerja dan tunjangan kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi tenaga kerja, sehingga adanya kewajiban pengusaha untuk memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dan pekerja berhak menerimanya.
Hal ini tentunya sejalan dengan hakikat dari hukum ketenagakerjaan, yakni Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan terhadap tenaga kerja, yakni dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesehjateraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Penulis : Inayah Launita Siregar, Mahasiswi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Jambi
Discussion about this post