Permasalahan sampah merupakan polemik di kota besar karena jumlahnya yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya populasi manusia dan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengelolaan yang terintegrasi dan melibatkan partisipasi dari berbagai pihak, tidak hanya pemerintah sebagai regulator, tapi juga masyarakat lapisan bawah yang langsung bersentuhan dengan akibat yang ditimbulkan oleh sampah. Potensi ekonomi sampah menjadi salah satu indikator dalam pengelolaan saat ini.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Berdasarkan sifatnya sampah terbagi menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering dan sebagainya. Sampah ini bisa dimanfaatkan atau diolah menjadi pupuk kompos dan ekoenzym. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat membusuk atau terurai, seperti plastik, kertas, kaleng, botol plastik, kayu dan sebagainya.
Penumpukan sampah secara terus menerus tanpa adanya pengolaan yang baik dapat menimbulkan dampak bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah penyakit diare, kolera, tifus, penyakit demam berdarah, penyakit jamur kulit, dan laian sebagainya. Dampak pada lingkungan, contohnya pada ekosistem perairan, sampah organik yang dibuang ke perairan terbuka diduga dapat mengurangi kadar oksigen yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Disamping itu, sampah anorganik padat juga mengurangi sinar matahari yang memasuki ke dalam lingkungan perairan, sehinggga mengganggu proses fotosintesis di ekosistem perairan.
Dampak yang diakibatkan oleh sampah juga dirasakan masyarakat Kota Jambi. Contohnya adalah kondisi sampah di pinggiran daerah aliran sungai Batanghari jambi. Berdasarkan observasi primer yang penulis lakukan pada desember tahun 2020, terdapat banyak sampah yang mengapung dan menumpuk di pinggiran Sungai Batanghari. Umumnya, sampah tersebut berupa sampah plastik, botol plastik bekas, dan ada juga sampah ranting pohon yang menumpuk di badan sungai. Sumber sampah diduga berasal dari aktivitas di sekitar Sungai Batanghari seperti aktivitas komersil dari pertokoan dan pedagang kaki lima; mall WTC Batanghari; pabrik-pabrik karet; pasar Angso Duo dan rumah-rumah penduduk.
Secara visual, dampak sampah ditambah pembuangan limbah cair ke badan Sungai Batanghari mengakibatkan warna air sungai keruh kecoklatan. Disamping itu, juga menyebabkan air sungai berbau kurang sedap. Padahal Sungai Batanghari tidak hanya menjadi sumber air baku untuk air bersih tapi juga menjadi obyek wisata. Jembatan gentala arasy sebagai ikon Kota Jambi membentang gagah di Sungai Batanghari menghubungkan Kota Jambi dan Jambi Seberang Kota. Ketidakpedulian dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang diindikasikan dengan pembuangan limbah dan sampah ke badan air Sungai Batnghari menjadi faktor utama yang memicu kondisi pencemaran sungai ini. Hal ini diperburuk dengan kurangnya jumlah Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) legal di sekitar Daerah Aliran Sungai Batanghari. Sehingga masyarakat menjadi pinggiran sungai sebagai TPS illegal yang tidak terkelola dengan baik. Kebiasaan membuang sampah sembarangan, seperti membuang sampah ke badan air penerima yang dilakukan oleh masyarakat umum serta pemilik usaha atau industri menyebabkan pengelolaan sampah tidak terlaksana optimal. Pernyataan ini disampaikan oleh Bapak Ridho Malik Ibrahim selaku head of strategic services department (konsultan) perwakilan dari waste 4 change pada webinar hari peduli sampah nasional, tanggal 19 Februari 2021. Beliau menegaskan bahwa diperlukan suatu regulasi yang mengikat dan mampu membuat masyarakat peduli untuk tidak membuang sampah sembaranga. Ditambahkan oleh beliau, bahwa selama orang membuang sampah ke sungai itu dibiarkan maka pengolahan sampah itu tidak akan benar.
Berdasarkan kondisi ini, diperlukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dengan memandang potensi ekonomi sampah. Seperti yang dikatakan oleh bapak immanudin selaku manager program kehutanan yayasan Kehati pada webinar hari peduli sampah nasional yang di selenggarakan pada hari jum’at 19 februari 2021. Beliau mengatakan bahwa berdasarkan data pencemaran Sungai Citarum, 60% terdiri dari limbah domestik, dan 57% sampah organik yang berasal dari rumah tangga. Tak hanya itu beliau juga mengatakan bahwa masyarakat sebenarnya tahu bagaimana cara mengelola sampah dengan baik, salah satunya adalah komposan. Namun, jika dilihat dari praktik dari masyarakatnya justru jomplang dengan pengetahuan yang dimiliki. Karna permasalahan yang sering kali terjadi di Indonesia ini adalah ibu rumah tangga disuruh untuk memilah sampah organik dan anorganik hasil rumah tangga mereka lalu dibuang ketempat sampah kemudian diangkut oleh tukang sampah, namun dengan tukang sampah diambil dan disatukan kembali, jadi untuk apa dipisahkan sebelumnya. Adapun solusi yang diberikan oleh beliau adalah semuanya harus continue mulai dari rumah, diangkutnya sistemnya ada dan dikelola pun ada sistemnya, sehingga memang betul-betul menghilangkan masalah.
Jika dilihat dari sifatnya, sampah justru bisa dimanfaatkan sesuai dengan 3R dalam konsep penerapan sampah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar dengan cara yang sangat mudah dan murah. Contohnya adalah dengan cara memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos yang kemudian bisa dijual kembali. Dengan target yaitu para petani, dan ke rumah-rumah yang melakukan agroforesthree. Selain sampah organik, sampah anorganik juga bisa dimanfaatkan. Contohnya pembuatan kerajinan tas belanja dari plastik bekas bungkus datargen dan masih banyak kerajinan-kerajinan lainnya yang bisa dibuat dari sampah anorganik. Dari hasil kerajinan tersebut bisa dijual kembali ke masyarakat dan menghasilkan pendapatan tambahan untuk masyarakat di masa pandemi ini.
Usaha pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah:
- Pembangunan TPS
- Penambahan wadah-wadah sampah
- Pemanfaatan sampah dalam skala kecil yang dipelopori oleh Kelompok Swadaya Mayarakat (KSM) melalui bank sampah.
- Pendidikan dan pengajaran pengelolaan sampah mengacu pada 3R (Reduce, reuse dan recycle).
Pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga masyarakat. Sesuai dengan UU nomor 18 tahun 2008 bab 9 pasal 28 ayat 1 mengatakan bahwa masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Prinsip 3R merupakan prinsip yang digunakan untuk membantu mengurangi dan mengatasi limbah yang dihasilkan manusia. Dari 3 prinsip ini diawali dengan Reduce (mengurangi) yang artinya Reduce ini bertujuan untuk meminimalisir atau mengurangi penggunaan barang-barang dikehidupan sehari-hari yang dapat menghasilkan limbah atau sampah. Yang kedua yaitu Reuse (penggunaan kembali) maksudnya adalah penggunaan kembali barang yang masih bisa digunakan dengan tujuan untuk mengurangi volume sampah yang akan ditimbulkan. Dan yang terakhir dari 3R ini adalah Recycle (daur ulang) yaitu mendaur ulang smapah-sampah yang tidak bisa digunakan kembali menjadi sesuatu yang bermanfat, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik.
Dari ketiga prinsip pengolaan sampah diatas telah jelas bahwa masyarakat juga dapat mengelola sampah rumah tangga mereka dengan agar tidak membuangnya ke sungai ataupun ke TPS-TPS illegal.
Contoh aksi dari 3R tadi yaitu yang pertama Reduce contohnya mengurangi pemakaian kantong belanja dari plastik dan beralih ke penggunakaan kantong belanja yang tebuat dari kain atau yang bisa digunaan dalam jangka waktu yang panjang, dalam artian yang bisa digunakan berulang-ulang. Bisa juga dengan pengurangan penggunaan sedotan plastik saat minum dan menggantikannya dengan barang-barang yang bisa digunakan berulang-ulang. Sama halnya dengan prinsip yang kedua (Reuse) yaitu penggunaan kembali barang-barang yang telah digunakan dengan syarat barang yang berbahan nonplastik. Dan yang ketiga yaitu Recycle artinya mendaur ulang sampah atau limbah yang tak terpakai, contohnya pembuatan kerajinan tas belanja dari sampah plastik, pembuatan tempat tisu dari kardus-kardus bekas, dan masih banyak kerajinan lainnya yang bisa dibuat dari sampah-sampah anorganik. Selain sampah anorganik, sampah organik juga bisa dimanfaatkan kembali menjadi pupuk kompos, ecoenzym dan masih banyak yang lain.
Jadi dari upaya untuk mengurangi volume sampah di masyarakat, penulis memiliki inisiatif mengajak kerja sama kepada HIMATEL UNBARI JAMBI untuk melakukan pergerakan peduli sampah dengan cara membeli sampah dari masyarakat yang kemudian akan kami olah kembali menjadi pupuk kompos, ecoenzym (sampah organik) dan kerajinan tangan (sampah anorganik), yang kemudian nanti hasilnya bisa kami jual kembali.
*Penulis : Aprillya Marcellyn, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (Himatel) Universitas Batanghari (Unbari) Jambi
email : serliaprill19@gmail.com
Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Patriotik dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke email redaksipatriotik@gmail.com
Discussion about this post