Ketenagakerjaan merupakan upaya Negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai salah satu tujuan Negara Indonesia yang dituangkan dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui ketenagakerjaan. Negara melindungi masyarakat dengan dituangkannya peraturan perundangundangan tentang ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) merupakan segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Perjanjian kerja merupakan salah satu dasar hubungan ketenagakerjaan yang menimbulkan perikatan atau hubungan hukum bagi para pihak, melahirkan hak dan kewajiban. Dengan adanya perjanjian kerja diharapkan dapat mewujudkan terlaksananya hak dan kewajiban para pihak dengan adil. Dalam dunia ketenagakerjaan tentunya terdapat berbagai permasalahan. Dimana masalah ketenagakerjaan mempunyai kaitan yang luas dengan dengan penciptaan iklim usaha, keamanan, kestabilan, kebijakan, dan peraturan perundangan. Salah satu kebijakan dari suatu perusahaan yang sangat menyulitkan pekerja yaitu mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Salah satu penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu pemutusan hubungnan kerja yang berasal dari sisi pekerja/buruh, misalnya karena pekerja/buruh mengundurkan diri. Pengunduran diri pekerja/buruh dimaksud kemudian mesti disikapi dengan bijaksana oleh pengusaha dan pekerja/buruh itu sendiri dengan menyepakati bersama cara pemberian hak-hak pekerja/buruh yaitu berupa uang penggantian hak dan uang pisah.
Disamping hak-hak normatif yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaann (PP) maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Jika hal demikian terjadi, maka permasalahan mengenai kompensasi bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri akan teratasi.
Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di suatu perusahaan yaitu perselisihan pemutusan hubungan kerja berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Oleh karena itu, perundingan secara bipartit menjadi sangat penting dalam penyelesaian setiap perselisihan hubungan industrial, . Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh/buruh atau serikat pekerja/buruh/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atas kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang semula dengan alasan telah melakukan tindakan indisipliner, setelah dilakukan perundingan bipartit, kedua belah pihak membuat kesepakatan agar kasus tersebut menjadi Pemutusan Hubunga Kerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Secara yuridis, menyatakan bahwa sesungguhnya posisi pekerja/buruh dengan pengusaha adalah sama, meski secara social ekonomis berbeda oleh karena itu, segala sesuatunya diserahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak untuk berunding sehingga tercapainya keadilan dan dapat menjadi undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak tersebut.
Penulis : Maisya Shabrina, Mahasiswi Fakultas Hukum (FH) Universitas Jambi
Discussion about this post