Patriotik.co – Netherlands Leprosy Relief (NLR) Indonesia sebuah LSM non pemerintah yang didirikan di belanda pada tahun 1967 yang bergerak dibidang penanggulangan dan pengendalian kusta, berkolaborasi bersama Kantor Berita Radio (KBR) dalam menyelenggarakan acara webinar nasional bersama jurnalis dan mahasiswa denga tema “Stigma dan Mental Wellbeing Pada Kusta” kegiatan tersebut diselenggarakan melalaui zoom metting, Selasa, (23/08).
Dimana dalam webinar tersebut diikuti lebih dari 50 mahasiswa dan jurnalis, membahasa hal seputar peran jurnalis dalam mengambil informasi mengenai mitos/fakta tentang kusta, serta peran jurnalis dan mahasiswa dalam memberi infromasi dan inisiatif dalam penanganan kusta .
Webinar ini sendiri menghadiri 3 narasumber yang berpengalaman dalam hal mengenai penyakit kusta, yaitu Paulan Aji dari comunication officer NLR Indonesia, Ahmad Mutiur dari Jurnas.com, dan Nadhila Beladina ketua yayasan satu jalan bersama atau kelompok mahasiswa peduli kusta.
Dari Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta (Suka) Project Officer Fanny Rachma mengatakan latar belakang kegiatan tersebut dilaksanakan dikarenakan minimnya informasi terkait kesehatan, salah satunya mengenai penyakit Kusta. Dimana kusta masih menjadi masalah kesehatan di indonesia dengan penemuan kasus baru pada 10 tahun terakhir.
“Indonesia termasuk negara peringkat ketiga total kasus kusta terbesar di dunia, dimana kusta ini termasuk penyakit yang penularannya tidak mudah dan bisa disembuhkan tetapi jika terlambat maka teman-teman yang mengidap kusta bisa meyebabkan disabilitas,” sampainya.
Kemudian ia menambahkan orang yang terdiagnosis kusta atau peyandang disabilitas akibat penyakit kusta sering kali mendapatakn stigma dan perlakuan diskriminatif dikalangan masyarakat dan penyakit kusta tersebut diperparah karena minimnya tenaga kesehatan.
“Kami NLR indonesia menginisiasi satu proyek baru yaitu suara untuk indonesia bebas kusta dimana sudah berjalan selama dua tahun, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kusta dan konsekuensinya termasuk stigma, diskrimasi, hingga kesejahteraan mental.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya kolaborasi pentahelix dipandang efektif untuk untuk mencapai maksud tersebut melalui pemberitaan, pembuatan berbagai produk media dikarenakan salah satu unsur penting pentahelix yaitu media, sebab media sangat penting untuk mampu menyuarakan atau memberitakan informasi yang benar, efektif dan menarik sehingga masyarakat dari latar belakang pendidikan, sosial dan budaya tidak hanya menjadi paham namun juga termotivasi untuk terlibat dalam penanganan kusta di indonesia.
“Kami berharap media mampu menuangkan semua itu dengan kaidah jurnalistik tanpa mengesampingkan resiko terjadinya stigma dan diskrimasi pada kusta dimana berujung pada masalah kesejahteraan sosial, emosional,” harapnya.
Kemudian narasumber dari jurnalis Jurnas.com Ahmad Mutiul Alim mengatakan kesadaran media terhadap penyakit kusta sudah cukup baik, dimana begitu ada pemberitaan hoax mengenai kusta, media tanpa diberikan aba-aba langsung memberi fakta-fakta yang ada dan cukup aktif memberikan informasi terkait penyakit kusta, dimana untuk kempanye melawan kusta tersebut memang memerlukan sebuah kesadaran yang kolektif dimana media saja tidak cukup mengcover, kampanye, maupun sosialisasi tentang kusta untuk menyampaikan kepada masyarakat.
“Nah dari sini sangat penting kita sebagai jurnalisme warga baik itu blogger maupun pers mahaisswa, untuk menyebarkan infromasi tentang penyakit kusta tersebut di wilayah atau daerahnya masing-masing mengenai gejala penyakit kusta itu sendiri,” ujarnya.
Kemudian ia juga menambahkan untuk penulisan berita sendiri mengenai kusta ada beberapa tips yaitu yang pertama memilih tema, terus melakukan suatu riset lebih jauh, menemukan narasumber yang cocok untuk membahas mengenai penyakit kusta dan yang paling penting itu menentukan waktu penulisan, sebab penulisan yang terbaik adalah tulisan yang jadi.
“Intinya kolaborasi gimana caranya bersama-sama kita untuk bergerak dalam kampanye memerangi stigma kusta walapun stigma tersebut belum bisa hilang setidaknya bisa untuk mengurangi dalam lingkungan masyarakat, karena untuk meningkatkan kesadaran kolektif itu butuh kerja keras jadi tidak cukup mengandalkan media mainstream untuk mengcover seluruh informasi mengenai kusta,” sampainya.
Selanjutnya dari ketua yayasan satu jalan bersama atau kelompok mahasiswa peduli kusta Dhanila Beladina menyampaikan mahasiswa sebagai agent of change dalam masyarakat dari itu mahasiswa bukan hanya terbatas terhadap isu-isu yang umum tapi juga harus membawa isu yang terabaikan salah satunya mengenai kusta, disebakan indonesia masih memiliki jumlah kasus kusta terbesar dan masalah kesehatan atau sosial masih terjadi hingga sekarang, namun belum banyak yang sadar terhadap isu kusta tersebut.
“Kami sebagai komunitas mahasiswa yang peduli kusta gencar untuk menyebarkan 3 point penting mengenai kusta yaitu bahwa kusta ini adalah penyakit yang menyebar ke pada kulit dan saraf yang disebabkan oleh bakteri dan kusta ini sendiri dapat disembuhkan, untuk obatnya dapat di temukan di puskesmas di seluruh indonesia kemudian mereka yang sudah sembuh tidak dapat lagi menularkan kepada orang lain dan terakhir orang yang pernah mengalami kusta tidak berhak mendapat stigma dan diskriminasi,” sampainya.
Sslanjutnya ia mengatakan kusta sendiri memasuki peringkat ketiga di dunia, namun masyarakat tidak memahami arti dari kusta dan gejalanya dari survey bahwa terdapat 80,7% siswa SMA di sumedang memiliki pengetahuan rendah mengenai kusta, kemudian 51% masyrakat di lamongan yang juga memiliki pengentahun rendah mengenai kusta, selanjut 65% masyarakat lamongan memiliki tingkat penerimaan kusta dan masih banyak lagi penelitian yang menunjukan hasil yang serupa.
“Disini peran pers mahasiswa itu sangat dibutuhkan dalam kempanye inklusi disabilitas dan kusta untuk memberikan informasi yang benar mengenai kusta kepada masyarakat dan mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam mencegah kusta,” ujarnya.
Kemudian ia menambahkan dari hasil survey yang di dapatkan di lebih 5 universitas dalam pengetahuan mahaiswa tentang kusta ada 11% mahasiswa belum pernah tau apa itu kusta dan 63% telah mengetahui namun belum mengerti gejala dan peyembuhannya selanjutnya sedikit yang memiliki pengetahuan baik mengenai kusta.
“Kami juga melakukan strategi untuk melibatkan mahasiswa dalam kegiatan langsung dengan orang yang pernah mengalami kusta, terkadang juga kita butuh lebih memberikan pengetahuan tapi juga pemahaman karena tidak semua yang tahu itu tidak benar sadar dan paham, karena itu kami mengajak mahasiswa untuk langsung terjun kelapangan supaya mereka lebih tahu lagi mengenai kusta itu langsung sama orang yang pernah mengalami kusta,” jelasnya.
(Ihsan)
Discussion about this post