Patriotik.co – Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) yang dilaksanakan pada Februari lalu menimbulkan kejanggalan bagi mahasiswa, dikarenakan banyak mahasiswa yang mengeluhkan ada namanya di data pemilih, tetapi mahasiswa tersebut tidak memilih atau golput pada saat itu.
Dari riset data yang dilakukan tim patriotik, mendapatkan sekitar ratusan data sementara bahwa mahasiswa yang tidak berpartisipasi dalam memilih tetapi namanya ada pada data pemilih.
Dalam hal ini Mahasiswa semester 4 Fakultas Hukum Krisna Hidayat menanggapi, bahwasanya Pemira tahun ini sangat mengecewakan baginya, seharusnya dalam pemilihan ada asas langsung dan asas kebebasan.
“Tetapi tidak dijalankan disini, untuk apa asas itu dibuat kalau tidak dijalankan?. Suara kami dipakai tanpa sepengetahuan kami,” jelas Krisna Hidayat, Senin (30/05).
Kemudian ia menyampaikan agar Pemira kedepannya asas yang telah di tentukan tersebut bisa berjalan dengan baik dan jangan di tinggalkan, karena dari sini kita sebagai mahasiswa bisa belajar langsung bagaimana jalannya demokrasi.
“Karena dari Universitas lah kita bisa belajar tentang demokrasi, dan putra putri terbaik bangsa di lahirkan, yang dimana mereka tentunya di harapkan mampu untuk menjawab tantangan masa depan,” jelasnya.
Hal senada pun disampaikan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Semester 4 Irwanda Naufal Idris pada Pemira februari lalu sudah menciderai demokrasi serta ini adalah sebuah pelanggaran yang tidak boleh terjadi di dalam kampus.
“Seharusnya ada respon dari pihak kampus, dan juga ada kejelasan dari pihak yang terkait dalam penggunaan data pribadi mahasiswa tersebut, seperti KPU-M, Rektorat dan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) harus ada kejelasan tentang masalah ini,” tegas Irwanda, Rabu (25/05).
Disisi lain, Mahasiswa Fakultas Teknik Semester 2 Anisa Nafail Adilah menanggapi hal ini, baginya disaat mahasiswa yang tidak memilih itu adalah hak mereka, karena banyak mahasiswa tidak mengerti dan tidak mendapatkan informasi tentang Pemira yang dilaksanakan kemaren, ketika mahasiswa tidak memilih namun suaranya dipakai itu sudah melanggar hak asasi dalam berpolitik.
“Mungkin saja ada pihak yang berbuat curang untuk menambah suara, untuk kedepannya lebih baik diadakan secara offline saja untuk mengurangi tindak kecurangan suara,” harap Anisa Nafail, Senin (30/05).
Dilansir dari berita Patriotik.co (18/02/2022) lalu, Kepala BAAK Gupron menyampaikan bahwa pihak KPU-M memang meminta data mahasiswa yang sudah lama.
“Iya kemarin diminta data mahasiswa semester ganjil berupa Nama, Nim, dan Tempat Tanggal Lahir,” sampainya.
Ia juga menjelaskan mereka sempat meminta password Sistem Informasi Terpadu Akademik (Sita) tapi tidak ia berikan, karena hal itu bisa kacau jika sistem tersebut dikasih kepada KPU-M.
“Pertama mereka minta password Sita, tidak saya kasih karena nanti kacau datanya,” jelasnya.
Setelah itu Wakil Rektor (WR) III Sugihartono beranggapan bahwa kemungkinan ada dari teman mereka yang menggunakan password untuk melakukan pemilihan, pernah ada kejadian mahasiswa diganti namanya di Sita.
“Namanya diganti jadi monyet, sehingga BAAK kesulitan mengurusnya hingga 1 semester, bisa saja seperti itu namun hal ini tidak di benarkan,” ujarnya, Jum’at (03/06).
Selanjutnya Sugihartono menjelaskan sudah menghubungi pihak KPU-M namun belum ada tanggapan apa pun dari pihak terkait.
“Kita akan tetap lanjutkan persoalan ini ke fakultas dan berikan sanksi akademik, ia harus bertanggung jawab atas dana yang telah dikeluarkan dan digunakan secara rinci atau uang tersebut di kembalikan kepada Universitas.
(Martin & Elenda)
Discussion about this post