Seperti cinta yang awalnya bersemi indah bak cerita yang abadi tak akan tertindas masalah. Namun apalah daya mereka yang memiliki raga lemah tak bisa menahan nafsu ego belaka.
Konflik bunyinya, bingung berdengung dalam ruang gelap hampa dan hampir tak berdaya dibuat puan dan tuan yang kuasa.
Sedikit gabungan frasa dari saya mahasiswa semester muda jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Indahnya rima yang tersusun namun miris makna seperti yang kontra antara orangtua kita.
Hmmm…. Online lagi online lagi. Bosan pak buk.
Konflik lagi, lagi lagi dan lagi.
Gak bisa banget tinggal nyaman di rumah pendidikanku ini. Ngeliat tingkah laku orangtua yang membingungkan, kenapa kalian bertengkar sampai bercerai-berai pak buk?. Gak sayang ya sama anak. Hmmm…
Saya pribadi sangat tidak suka dengan kuliah online alasanya karna itu tidak efektif. Hanya buang waktu dosen dan mahasiswa saja, dosen susah payah membuat dan memberi materi nantinya hingga mahasiswa juga akan miskomunikasi akan materi tersebut karna tidak ada komunikasi secara langsung antar pengajar dan pendengar.
Sedangkan kita kuliah tatap muka saja masih ada hal-hal yang terkadang membuat kita tidak nyambung atau kurang paham apalagi dilakukan secara online. Belum lagi nanti mahasiswa melakukan zoomnya sambil rebahan lalu ketiduran. Apa nantinya yang akan didapatkan jika pembelajaran tidak sesuai dengan mekanisme. Kami sudah bosan online bapak ibu, dahulu awal masuk kuliah kami ini full online dan sekarang dikasih online lagi. Apa lagi kuliah online ini dampak dari konflik yang beredar di kampus, kalau tidak ada konflik tidak mungkin situasi menjadi kacau dan kuliah di buat online. Jadi ini salah siapa? Saya rasa semua tau jawabannya.
Selanjutnya untuk keluhan dalam konteks administrasi terdapat di kantor baak dan bauk tutup sehingga membuat kami sulit untuk mengurus proses administrasi kuliah. Contohnya teman saya sampai sekarang belum bisa mengontrak mata kuliah karna ada masalah pada nilai mata kuliah sebelumnya, tidak ada dan sulitnya mendapatkan informasi dan arahan dari pihak terkait membuat kerugian bagi mahasiswa itu sendiri.
Saya rasa semua mahasiswa yang peka akan masalah ini akan merasa resah dan gelisah. Mahasiswa akan menggunakan seluruh tenaga dan waktunya untuk mengambil alih hak-hak mereka yang tertimbun oleh dampak konflik ini. Mulai dari terganggunya proses administrasi serta mahasiswa dibuat kebingungan dengan berbagai hal yang bertatapan langsung dengan proses akademik.
Harapan saya sangat sederhana, cepatlah konflik ini berlalu. Saya tidak tahu mana yang benar dan yang salah. Jangan terlalu memaksakan ego hanya untuk kepentingan personal. Gara-gara kepentingan personal dampaknya menular pada mahasiswa.
Kami ini mahasiswa sudah memposisikan diri sebagai anak-anak dari bapak dan ibu. Kami anggap kalian itu orang tua, tapi kalian anggap kami apa? Jangan kalian anggap kami ini budak yang bisa dikorbankan demi kepentingan. Kami sebagai anak sekarang ini kebingungan melihat orang tua kami bercerai-berai peca belah berpisah. Orang tua pisah, anak ikut siapa? Mau kemana kami mengadu dan meminta nasihat? Kami bimbang bapak ibu. Tolong redakan konflik ini demi kepentingan anak, jika kalian menganggap kami sebagai anak karna kami sudah menganggap kalian sebagai orang tua.
Dan ada lagi hal yang membingungkan namun lucu. Saya rasa ini adalah dampak dari konflik yang terjadi. Hal yang sangat lucu pada saat saya dan teman-teman ingin melaksanakan kuliah hari pertama. Tiba-tiba di sita nama dosen berubah dan diperbarui, kami bingung mau mengikuti yang mana. Karna beberapa dosen masih mengklaim bahwa itu mata kuliah yang mereka ajar padahal di sita sudah berubah nama dosennya. Dosen A mengklaim matakuliah ini miliknya dan dosen B mengklaim matakuliah ini miliknya juga sambil memperlihatkan pedoman yang mereka anggap valid dan legal. Kan lucu jika begitu ada dua dosen di satu mata kuliah. Sekali lagi kami bingung dengan perpecahan orangtua kami ini. Anak bingung mau ikut siapa.
Kami ingin melihat kembali rumah yang kami tempati dengan keadaan harmonis, tanpa tangis, rumah seperti dahulu bapak ibu berbincang di hari kamis sambil meneguk teh manis dan saling menyuap roti kismis.
*Penulis: Arif Ananda, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Batanghari (Unbari) Jambi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Patriotik dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke emailredaksipatriotik@gmail.com
Discussion about this post