Patriotik.co – Pada awal perkuliahan semester genap tahun 2022/2023, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Batanghari (Unbari) Jambi menyayangkan adanya ‘kewajiban’ membeli diktat dari karya salah satu dosen pengampu pada mata kuliah, kamis (23/03).
Sejumlah mahasiswa mengungkapkan adanya penjualan diktat yang dilakukan oleh oknum dosen dengan iming-iming memberi tambahan nilai jika tidak membeli maka dianggap tidak mengerjakan tugas mata kuliah dari oknum dosen.
Mahasiswa FH Semester 6 Yuda Pratama sangat menyayangkan hal tersebut karena ada pemaksaan untuk membeli diktat, ketika dosen itu sendiri di ajak untuk mencari solusi, namun dosen itu malah acuh terhadap saran yang diberikan mahasiswa. Hingga sekarang tidak ada pembahasan lebih lanjut bagi mahasiswa yang kurang mampu untuk membeli diktat tersebut.
“Saya pikir dosen yang seperti ini harusnya tidak menjadi dosen, karena seorang dosen adalah orang tua bagi mahasiswa dikampus. Dan ketika ada suatu masalah yang dihadapi oleh mahasiswa seharusnya mereka melalui moral dan kasih sayang mereka mencari solusi atas masalah itu,” ujarnya, kamis (23/03).
Kemudian ia menambahkan bahwa pendidikan tidak hanya tentang formalitas dan legalitas prosedur pendidikan, namun ada rasa tanggung jawab antara guru dan muridnya. Dikarenakan rasa tersebut sudah hilang dalam pendidikan.
“Sebab harus ada rasa tanggung jawab, rasa peduli terhadap sekitar, rasa satu bangsa dan negara dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,” tambahnya.
Selanjutnya bahwa hal tersebut sangat berbahaya, sebab kondisi masyarakat sedang dalam keadaan yang sulit, dimana minat belajar sedang menurun dan ditambah dengan beban paksaan untuk membeli diktat.
“Dengan segala solusi selain diktat kita tetap bisa mendapatkan materi terkait mata kuliah. Namun, pendidikan tidak lagi menuju pada kata mencerdaskan tetapi sedang pada komersialisasi pendidikan,” tegasnya.
Kemudian ia berharap tidak ada lagi pemaksaan dan ancaman bagi mahasiswa yang tidak mengambil diktat tersebut, dan para dosen lebih mudah disesuaikan dalam menerapkan diktat dalam perkuliahan. Dimana Bahwa subtansi dari diktat adalah sumber pengetahuan terkait mata kuliah yang bisa didapatkan dengan banyak opsi seperti dari internet maupun perpustakaan.
“Saya harap dosen seperti ini ditindak tegas untuk kembali diingatkan tentang fungsi utamanya sebagai guru bagi generasi bangsa, sebab budaya ini akan semakin menjauhkan generasi dari kemajuan dan perkembangan untuk kedaulatan bangsa itu sendiri,” sampainya.
Selanjutnya mahasiswi FH Semester 4 livi (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa diktat tersebut memperingankan kinerja mahasiswa dalam menghafal materi yang sudah dijelaskan, hingga mempermudahkan memahami materi pada saat ujian akhir semester. Namun mahasiswa banyak kendala untuk diktat itu sendiri.
“Sebagaimana mahasiswa sudah membayar biaya persemesternya, tapi masih harus membayar lagi untuk diktat, dan juga ada beberapa oknum dosen yang mengharuskan untuk membeli diktat tersebut dan apabila ada mahasiswa yang tidak mengambil akan mempengaruhi nilai semester,” jelasnya, Kamis (23/03).
Kemudian dia menambahkan bahwa biaya yang dikasih dalam pembelian diktat tersebut sangat membebankan mahasiswa yang kurang mampu, dan ia berharap biaya itu sendiri jangan terlalu mahal yang membuat mahasiswa tidak sanggup untuk membeli.
“Membeli diktat itu diharuskan setiap mahasiswanya, namun bagaimana solusi bagi kita yang kurang mampu inikan,” ujarnya, (23/03).
Kemudian dari mahasiswa semester 4 FH Renasty Medi Chaniago juga menambahkan bahwa memperjual belikan diktat tersebut sangat wajar, dikarenakan sesuai dengan kemampuan setiap masing-masing mahasiswa atau mahasiswi mau beli atau tidak.
“Sebab diktat itu sendiri tergatung kepada dosen yang bersangkutan ingin mengajar memakai diktat, walau kampus melarang memperjual belikan,” sampainya.
Tambahnya dosen tersebut menginginkan mahasiswa dalam menelaah diktat di mata kuliah yang diajarkan, disebabkan ilmu yang akan di dapatkan dalam diktat tersebut lebih mempermudah untuk memahami.
“Diktat itu untuk mendapatkan ilmu dan nilai, kenapa tidak dibeli, takutnya merugikan diri sendiri. Kedepannya mau kerja apa, dan berguna juga diluar lingkungan publik,” ujarnya.
Selanjutnya Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Revku Ramadhanu mengatakan bahwa diktat tersebut membantu mahasiswa selagi tidak ada paksaan, diktat akan menjadi masalah ketika ada paksaan yang mengaharuskan mahasiswa untuk membeli. Selagi diktat tersebut positif dan tidak ada paksaan, maka hal itu sendiri menjadi bagus karena disebabkan tidak semua mahasiswa mempunyai keinginan membaca atau memiliki buku tentang materi perkuliahan.
“Tapi dengan catatan tidak dipaksa, selagi itu dipaksa dengan nilai menjadi ancaman, maka disitu akan menjadi masalah. Jadi saya akan bertanggung jawab terhadap mahasiswa FH, saya siap menerima laporan jika diktat menjadi paksaaan dari oknum dosen, maka saya yang akan konfirmasi ke dosen bersangkutan dan tolong disertakan bukti,” sampai Revku.
Selanjutnya ia menegaskan ketika hal tersebut dapat merugikan mahasiswa FH, maka dirinya siap untuk pasang badan demi kesejahteraan mahasiswa tersebut. Dan ketika mahasiswa yang kurang mampu dalam pembelian diktat itu sendiri, maka meminta untuk digratiskan. Kemudian Dengan harapan kedepan, para dosen terlebih dahulu mempertanyakan kepada mahasiswa dengan mengasih pilahan untuk mau atau tidaknya diktat.
“Sebenarnya tidak ada konflik pun diktat itu sudah ada, yang saya tidak mau dengar ada paksaaan untuk membeli diktat,
untuk seluruh dosen FH silahkan saja menjual diktat dengan catatan tidak ada paksaan, dan bagikan gratis bagi mahasiswa kurang mampu, saya pasang badan untuk mahasiswa FH ketika mahasiswa dirugikan,” tegasnya.
Sampai berita ini ditayangkan oleh Patriotik.co kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait tidak ada tanggapan mengenai hal tersebut.
(Dimas Arya Seva)
Discussion about this post