Patriotik.co – Pasal Undang-undang 240-241 Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) membuat masyarakat atau mahasiswa protes atas isi yang terkandung didalamnya.
Dimana dalam pasal terus memuat bahwa di negera ini seperti tidak ada lagi kebebasan berpendapat dan mengkritisi pemerintah, karena jika ada masyarakat yang menghina pemerintah akan terancam hukuman 3 tahun penjara.
Untuk diketahui, berikut ini adalah isi pasal 240-241 RUU KUHP yang dianggap bermasalah dan bisa menghilangkan kebebasan berpendapat dan mengkritisi pemerintah bagi masyarakat Indonesia :
Pasal 240, “Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”.
Pasal 241, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V”.
Menanggapi hal tersebut Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Iwen Suseno menjelaskan bahwa RKUHP ini mengurangi kebebasan dalam demokrasi dan membatasi kebebasan kita untuk berpendapat. Mahasiswa banyak degradasi kelemahan mental, jarang ada aksi untuk menyampaikan aspirasi ke pemerintahan.
“Ini suatu bentuk control kekuasaan untuk mengambil sikap masyarakat, otoritas diambil sepenuhnya oleh pemerintah. Banyak sebenernya hal-hal yang memepengaruhi, kita kuliah saja sudah banyak di batasi, ruang diskusi, untuk mengkaji perihal yang ada di masyarakat,” jelasnya, Senin (20/06).
Kemudian dengan di bentuknya rancangan undang-undang tersebut dia tidak setuju dengan hal itu, karena jika RKUHP ini di sahkan ada banyak sekali UU yang membatasi ruang diskusi mahasiswa.
“Bukan hanya di pemerintahan, tetapi sampai di birokrasi kampus pun menekankan hal itu,” katanya.
Hak senada disampaikan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum semester 4 Panji Aditya Pranata menjelaskan bahwa pasal Undang-undang 240-241 RKUHP salah satu bentuk kecacatan dari pemerintah yang menerbitkan Undang-undang yang baru, Karena itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang tercantum dalam pasal 28, yaitu : kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
“Kalau kita bicara ilmu hukum penerbitan UU yang baru itu acuan harus dengan UU dasar yaitu prostitusi. Dengan RKUHP ini mereka menghalangi mahasiswa atau pun rakyat untuk mengkritik atau mengekspresikan pendapat mereka disitu, dan juga saya tidak setuju dengan itu, dan kalah bisa tidak perlu di rancang dalam pembuatan UU,” ungkapnya, Senin, (20/06).
Selain itu, Wakil Presiden BEM Unbari Ananda Rahmatullah berkata bahwa RKUHP pasal 240-241 menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berpendapat, kita ketahui bahwa di indonesia ini negara demokrasi yang pada awal tahun 1945 sampai saat ini. Tidak ada sinkronisasinya antara pasal pasal tersebut dengan UUD tahun 1945 pasal 28.
“Jadi disini juga yang kita ketahui menjelang 1998 bangsa Indonesia ini termasuk bangsa otoriter. Jadinya pada tahun itu para mahasiswa turun kejalan karena tidak adanya sinkronisasi terhadap negara demokrasi,” ujarnya, Rabu (22/06).
Ia juga menambahkan bahwa seandainya RKUHP ini tetap dijalankan, maka nantinya akan membuat resah masyarakat dan mahasiswa pun ikut turun kejalan untuk mengantisipasi terhadap UU tersebut.
“Saya tidak setuju dengan ini, karena tidak ada sinkronisasi terhadap UUD tahun 1945 pasal 28 dan tidak cocok untuk masyarakat Indonesia sendiri,” tegasnya.
Selanjutnya disampaikan oleh Wakil Dekan III Fakultas Hukum Kemas Abdul Somad, bahwa kita dibatasi dalam berbicara jangan terlalu royal, dalam keseharian terkadang kita lupa tentang etika dalam berbicara yang telah diajarkan agama, seharusnya hanya berbicara yang penting saya jika itu di perlukan.
“Namun itu semua ada baik dan buruknya. Sebenarnya mengikat, membatasi ruang gerak kita di sosial media, diatur melalui undang-undang supaya jangan semena-mena, jangan semaunya dalam mengolok-olok. Tujuannya tidak lain untuk membatasi ruang gerak dan jangan asal bicara,” jelasnya, Rabu (22/06).
Kemudian dia meragukan untuk setuju atau tidaknya disahkannya RKUHP tersebut. Karena jika kehendak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah disetujui, maka masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa.
“Karena DPR sebagai perwakilan dari kita yang ada untuk melakukan, membentuk, mengesahkan UU yang di ajukan pemerintah menurut keperluan dan kebutuhan dalam kehidupan bertata negara,” tambahnya.
(Yulya dan Dimas)
Discussion about this post