Bagi segelintir mahasiswa ketika sudah berbicara tentang politik dalam ruang lingkup Perguruan Tinggi atau Kampus, sistem demokrasi menjadi pilar penting dalam upaya membangun kesadaran kritis dikalangan akademik.
Bahasa Demokrasi yang dianggap paling kental di kalangan mahasiswa hari ini terlihat Awam, tabu, abu-abu, terpasung atau bahkan menemukan jalan buntu.
Yah, dimana kita ketahui bahwa demokrasi menjadi cita-cita tinggi untuk dapat diterapkan sebagaimana konseptualnya. Nyatanya asas paling primer dalam sistem penyelenggaraan kekuasaan ini adalah kedaulatan rakyat. Dalam konteks kampus, yaitu mahasiswa itu sendiri.
Seperti halnya negara, Kampus sendiri diibaratkan sebuah miniatur dari negara yang dimana terdapat pesta demokrasi. Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira) adalah sarana pelaksanaan demokrasi mahasiswa berupa pemberian hak suara untuk memilih.
Tetapi, penerapan demokrasi di Universitas Batanghari (Unbari), sejauh ini terlihat jelas di momentum Pemira. Ada tapinya, kita lihat dua tahun terakhir mengalami degradasi, apatis dan acuh tak acuhnya mahasiswa terhadap kerancuan politik kampus pada saat ini.
Dilihat dinamika demokrasi yang berkembang saat ini tidak begitu nampak, dimana Ketidaktahuan mahasiswa akan kekuatannya dalam membangun sistem demokrasi yang sebenarnya mulai dibatasi tanpa disadari. Apa yang menjadi pemicu menurunya kesadaran kritis berpolitik kita di kampus?, ini bukan persoalan siapa yang memilih dan terpilih di Pemira, tapi siapa yang bergerak menjalankan dan mengembangkan sistem demokrasi yang kelihatanya telah dipenjarakan.
Mau gimana?, Yang seharusnya sebagai mahasiswa, rasanya sudah tidak asing lagi dengan Pemira. Pergelaran demokrasi untuk memilih pergantian kepemimpinan mahasiswa di kampus menjadi miniatur dalam besarnya kehidupan demokrasi yang ada di Indonesia.
Namun, dilihat kondisi kampus ini dimana yang selalu molor setiap tahunnya, dimana itu yang dirasakan mahasiswa yang aktif di organisasi. Karena dinamika kampus tak berjalan baik. Kita mengingat karena selesainya masa jabatan Presiden Mahasiswa (Presma), Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) dan Gubernur lingkup unbari tersebut. Bahkan Ketua Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPU-M) itu ssndiri sudah selesai menjalankan pendidikannya.
Mau sampai kapan demokrasi kampus hijau ini terbangkalai terus? Apakah harus ada yang kritis atas situasi ini baru mau bergerak?
Kalau memang para petinggi mahasiswa tidak sanggup melaksanakan pemira, maka segera mungkin bentuk Pelaksana Tugas (Plt) untuk menjalankan pemira. Supaya kita sebagai kaum intelektual tidak seperti mereka sewenang-wenang.
Kita yakin, perubahan itu adalah sesuatu hal yang pasti, senantiasa terjadi tanpa kita sadari. Tapi yakin tak ada perubahan yang tak memberikan arti yang tak berarti. Analisa dan kepekaan terhadap lingkungan sangat penting untuk membagun kampus yang demokrasi.
Salam Waras.
Penulis : Ihsan, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Batanghari Jambi
Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Patriotik dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke emailredaksipatriotik@gmail.com
Discussion about this post