Patriotik.co – Universitas Batanghari (Unbari) Jambi terus memberi penghambatan terhadap berbagai aspek dalam kampus, termasuk kebijakan strategis dan kegiatan kemahasiswaan. Situasi ini semakin diperparah dengan belum adanya rektor definitif, yang menyebabkan terhambatnya implementasi kebijakan kampus untuk mendukung pengembangan mahasiswa.
Salah satu dampak nyata dari kondisi ini adalah terganggunya pendanaan untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dana sebesar Rp100.000,00 per mahasiswa yang biasanya dialokasikan untuk kegiatan kemahasiswaan kini terhambat akibat kebijakan rektorat yang tidak jelas. Hal ini berdampak besar pada keberlangsungan berbagai program organisasi mahasiswa, yang sejatinya bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat mahasiswa serta memperkenalkan Unbari kepada masyarakat luas, khususnya di Provinsi Jambi.
Selain itu, penurunan jumlah mahasiswa juga menjadi persoalan serius. Berdasarkan data dari Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK), bahwa jumlah mahasiswa tahun ini turun drastis dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Komandan UKM KSR PMI, Noviyanti Amazihono, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama kurangnya dana kemahasiswaan adalah banyaknya mahasiswa yang belum melunasi SPP. Hal ini berimbas pada menurunnya pendapatan universitas dan, secara langsung, berkurangnya anggaran untuk kegiatan organisasi mahasiswa.
“Pemasukan universitas berkurang signifikan, sehingga dana untuk kegiatan organisasi mahasiswa tidak dapat terpenuhi sepenuhnya,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
Novi menambahkan bahwa kondisi ini menjadi tantangan besar bagi organisasi mahasiswa dalam menjalankan program kerja mereka. Namun, ia juga menekankan pentingnya mahasiswa beradaptasi dan mencari solusi kreatif.
“Kita harus memetakan kebutuhan program kerja dan memprioritaskan kegiatan inti yang relevan dengan lingkungan kampus. Selain itu, kolaborasi antar-UKM dengan menggabungkan program kerja yang memiliki tujuan serupa juga bisa menjadi solusi,” jelasnya.
Selanjutnya, dalam situasi ini menuntut kerja sama antara mahasiswa dan pihak universitas untuk mencari solusi terbaik. Noviyanti menekankan pentingnya komunikasi yang baik untuk mengatasi tantangan ini.
“Pihak universitas dan mahasiswa dapat bekerja sama untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Dengan komunikasi yang baik, kita bisa tetap menjalankan kegiatan tanpa mengorbankan kualitas program kerja,” ujar Novi.
Pengurus UKM Olahraga, Richie Sanjaya, juga mengkritik kebijakan anggaran yang dianggap merugikan. Menurutnya, pembatasan anggaran sebesar Rp10 juta per UKM tidak mencukupi untuk kebutuhan organisasi, terutama untuk UKM yang memiliki aktivitas spesifik seperti olahraga.
“Kegiatan olahraga kerap menjadi kontribusi besar dalam meningkatkan akreditasi kampus melalui prestasi atlet. Namun, dengan anggaran yang disamaratakan, kebutuhan UKM Olahraga tidak dapat terpenuhi,” ungkap Richie.
Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dan komunikasi dari pihak kampus terkait pengelolaan anggaran kemahasiswaan dengan adanya dialog terbuka antara pihak kampus dan organisasi mahasiswa untuk membahas kebutuhan anggaran secara spesifik.
“Keterbukaan akan membantu menciptakan kepercayaan dan menghilangkan kecurigaan terkait pengelolaan anggaran,” tegasnya.
Alumni Unbari, Firman Supratman, mantan Ketua Mapala Gitasada, turut mengkritisi pembatasan anggaran. Ia menegaskan bahwa dana kemahasiswaan adalah hak mahasiswa yang sudah membayar iuran tersebut.
“Seharusnya pihak rektorat tidak membatasi anggaran kemahasiswaan itu karena anggaran tersebut benar-benar untuk mahasiswa dan dikelola dengan laporan pertanggungjawaban mereka,” jelas Firman, Kamis (19/12/2024).
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana agar tidak ada kecurigaan dari mahasiswaan dan memastikan anggaran tersebut sepenuhnya dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan mahasiswa.
“Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Unbari dapat mengatasi tantangan yang ada dan kembali menjadi institusi yang mendukung pengembangan mahasiswa secara optimal,” tutupnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Sumber Daya, Fatiyah menjelaskan bahwa penurunan jumlah mahasiswa menjadi faktor utama yang memengaruhi alokasi anggaran. Ia menyatakan bahwa anggaran di universitas disesuaikan dengan pendapatan yang ada.
“Kami mengalokasikan dana berdasarkan pendapatan yang diterima universitas. Ketika jumlah mahasiswa menurun, otomatis anggaran juga menjadi lebih kecil,” ujar Fatiyah.
Ia menambahkan bahwa meskipun anggaran terbatas, pihak universitas tetap berusaha memenuhi kebutuhan mendesak secara proporsional. Terkait pengajuan dana, Fatiyah menjelaskan bahwa pencairan dilakukan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh pihak terkait.
“Kami tidak menetapkan jumlah tertentu. Besarnya dana yang dicairkan adalah hasil kesepakatan antara WR III dan pihak lainnya,” tambahnya.
Penulis : Amel | Meita
Discussion about this post